Saturday, August 14, 2010

Sajak - Chairil Anwar

Saya SANGAT meminati sajak, walau saya bukan seorang penulis sajak yang baik dan aktif. Begitu juga dengan sejarah. Namun, jika saya nilai secara jujurnya, sajak sering menduduki rangking paling tinggi dalam peratusan minat saya, tapi selalunya kedua-dua minat ini akan mendapat layanan yang sama rata dalam hati. Ya, 50-50.

Saya suka membaca sajak orang lain, ya, sebagai pencetus idea dalam menghasilkan sajak-sajak baru. Begitu juga, saya meminati ramai penulis sajak terkenal seperti Usman Awang yang sinonim dengan sajak "Guru O Guru" nya. Namun kali ini saya tidak ingin membicarakan tentang Usman Awang, dia sudah cukup lekat dalam hati saya tetapi kali ini saya mahu "menghidupkan" kembali sajak-sajak nukilan chairil Anwar yang bagi saya agak misteri, seperti hasilnya. Ya, hampir kesemua sajak beliau (yang saya jumpa) saya agak minat tetapi saya sangat ingin tahu apakah sebenarnya yang penulis ini cuba ingin sampaikan dalam sajak bertajuk Di Masjid.

Kuseru saja Dia

sehingga datang juga
Kamipun bermuka-muka

seterusnya ia bernyala-nyala dalam dada
Segala daya memadamkannya


Bersimpah peluh diri yang tak bisa diperkuda


Ini ruang
gelanggang kami berperang


Binasa membinasa
satu menista lain gila


Ya, saya telah lama merenung sajak ini, tetapi belum mampu menembusi akal fikirannya. Dia bagi saya, sangat berbakat dan misteri.

Sajak beliau yang bertajuk Penerimaan pula, bagi saya adalah sajak yang paling jujur dan indah dan sinis, yang beliau pernah hasilkan. Sungguh indah.

Penerimaan

Jika kau mau, kuterima kau kembali

Dengan sepenuh hati
Aku masih tetap sendiri


Kutahu kau bukan yang dulu lagi
Bak kembang sari sudah terbagi
Jangan tunduk! Tentang aku dengan berani


Jika kau mau, kuterima kau kembali
Tapi untukku sendiri

Sedang dengan cermin aku enggan berbagi

Sajak beliau yang bertajuk AKU, pula bagi saya satu sajak rasa kecewa yang paling dalam dan dari pembacaan saya, sajak ini mengisahkan kekecewaan Chairil Anwar terhadap bapanya yang telah mengabaikan dia dan ibunya. Tapi, walau dipalit dengan rasa kecewa, keindahan rangkaian kata dalam sajak ini masih lagi bersinar terang.

AKU

Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi

Chairil Anwar
Maret 1943


Siapa itu Chairil Anwar?  Chairil Anwar dilahirkan di Medan, 26 Julai 1922. Dia dibesarkan dalam keluarga yang cukup berantakan. Kedua ibu bapanya bercerai, dan ayahnya berkahwin lagi. Selepas perceraian itu, saat habis SMA, Chairil mengikut ibunya ke Jakarta. Usia Chairil singkat, beliau meninggal dunia pada tahun 1949 dalam usia 27 tahun. Namun dengan masa yang singkat itu, beliau meninggalkan banyak sumbangan dalam perkembangan kesusasteraan Indonesia.

No comments:

Post a Comment